Hikmah dibalik sebuah "Amarah"

Senin, 25 Februari 2013



Suatu hari seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW. 

meminta nasihat dan Nabi berpaling kepadanya, 
lalu beliau bersabda dengan berulang-ulang: 

"Jangan marah!" (HR Bukhari)

♦♦♦

Dalam kompleksitas kehidupan, manusia sering kali dihadapkan pada suatu masalah yang memaksanya untuk memilih, apakah menghadapinya dengan penuh ketenangan atau menyikapinya dengan amarah dan penuh emosi.

Hal ini kemudian diperjelas oleh penelitian ilmiah yang menekankan bahwa kemarahan, secara psikologis dan rangsangan neorotik, tidak memiliki pengaruh yang lebih besar daripada berlari dalam hal meningkatkan denyut jantung dan memompa lebih banyak darah dan lebih cepat. Namun, marah tidak seperti berlari, pelari bisa berhenti jika dia mau, sedangkan marah tidak dapat dikuasai dengan mudah, terutama jika orang tersebut tidak terbiasa. Kemudian apa yang bisa terjadi?

Secara klinis terbukti bahwa orang-orang yang melampiaskan kemarahan, dapat dengan mudah menderita hipertensi dan arteriosklerosis karena tekanan darah menjadi terlalu tinggi, sedangkan pembuluh darah kehilangan kemampuan untuk memperluas diri untuk menampung tambahan darah yang terpompa. Selain itu ada juga dampak psikologis dan sosial yang dapat merusak hubungan manusia.
Namun, layak diperhatikan bahwa yang menjadi pemikiran utama sejak lama adalah bahwa menahan marah juga menjadi pemicu banyak penyakit. Sebuah studi di Amerika menjelaskan bahwa marah dan menahwan marah memiliki bahaya kesehatan yang sama, meskipun berbeda tingkat keparahannya.
Jika kita menahan amarah, tidak akan ragu untuk menderita hipertensi dan kadang-kadang kanker. Dan dalam kasus lain, ini dapat menyebabkan serangan jantung mematikan, karena ledakan kemarahan akan terjadi, dan itu lebih sulit untuk dikontrol. Dan karena kondisi fisik begitu banyak terkait dengan psikologis, ini dapat menyebabkan organ-organ vital lainnya dan kelenjar untuk mengeluarkan hormon sampai-sampai mengganggu, dan akibatnya melemahkan sistem kekebalan, atau menghilangkannya sama sekali setelah terjadi keadaan kritis pada tubuh.
Jadi, ini menjelaskan mengapa sel-sel tubuh yang sehat dapat berubah menjadi kanker karena tidak adanya sistem kekebalan yang normal. Hal ini menunjukkan aspek ilmiah dan filsafat praktis di belakang pengulangan nasihat Nabi Saw. untuk menjaga ketenangan.
Di sisi lain, Dr.Ahmed Shawki Ibrahim, anggota dari Royal Society of Medicine di London dan konsultan kardiologi internal medicine, mengatakan bahwa kodrat manusia ditandai oleh kecenderungan dan perilaku yang berbeda. Sebagai contoh, keinginan jasmani mengarah kepada kemarahan, sifat dominan dilambangkan oleh kecenderungan terhadap kesombongan dan keangkuhan sementara mengikuti hawa nafsu seseorang menghasilkan kebencian dan keengganan untuk orang lain.
Secara umum, di samping penyakit-penyakit psikologis dan fisik lain seperti diabetes dan angina, menurut penelitian ilmiah dan menurut Dr Shawki, mengafirmasi kenyataan bahwa kemarahan yang terus-menerus dapat mempercepat kematian manusia.




Alquran menggambarkan amarah sebagai kekuatan jahat yang memaksa orang untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Dalam ayat itu, disebutkan pula bahwa Nabi Musa AS sempat menarik rambut saudaranya sendiri, Nabi Harun, karena saking marah dan emosinya. Tentang sikap marahnya Nabi Musa AS, juga dibadikan dalam surah Taha [20]: 86 dan tentang redanya emosi tersebut juga diabadikan dalam surah al-A'raf [7]: 154.



MENAHAN AMARAH TANDA ORANG BERTAQWA

Jadi, apa yang kita butuhkan adalah kontrol diri setelah iman yang kuat dan kepercayaan kepada Allah, Pencipta kita. Petunjuk Nabi Saw. mengajarkan kepada kita bahwa kekuatan itu identik dengan ketenangan, bukan kemarahan yang tak terkontrol. 

Saudaraku…., sesungguhnya Allah menjanjikan ampunan dan surga kepada orang –orang yang bertaqwa. Siapakah orang yang bertaqwa itu? Yaitu mereka yang melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya. Termasuk mereka yang suka menahan marah.

Allah berfirman:
“Dan bersegeralah kalian mencari ampunan dari Tuhanmu, dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langi dan bumi yang disediakan bagi orang –orang yang bertaqwa. (Yaitu) orang yang berinfak, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amrahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (Ali Imran:133-134)

Allah juga memuji orang-orang yang suka memberi maaf apabila mereka marah.
“Dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf.” (Asy-Syura:37)

Karena itulah Saudaraku, engkau sebagai anak shalih, juga harus bisa menahan amarahmu dan suka memaafkan. Kejahatan tidak harus dibalas dengan kejahatan. Penghinaan tidak harus dibalas dengan penghinaan. Bukan dahulu ketika Rasulullah SAW memulai dakwahnya, beliau juga dihina dan dihujat oleh kaumnya? Namun Rasulullah SAW tetap bersabar, dan ketika islam sudah mengalami kejayaan, beliau pun tidak membalas penghnaan kaumnya yang dulu menghinanya.



CARA MENGHILANGKAN MARAH SESUAI SYARIAH/KAIDAH ISLAM

Obat penenang tidak dapat menjadi solusi, karena efeknya justeru negatif. Mereka yang menggunakan obat penenang terlalu sering dapat menjadikan kecanduan sehingga tidak dapat dihentikan.

Cara mengatasinya adalah dengan mengubah perilaku manusia itu sendiri dalam menghadapi masalah sehari-hari, yaitu dengan ketenangan dan kehalusan, bukan dengan marah. Dr. Shawki menambahkan bahwa ada dua terapi psikologis untuk meredakan kemarahan.
Pertama: mengurangi kepekaan emosional dengan melatih pasien, di bawah pengawasan medis, untuk bersantai jika bertemu dengan situasi sulit sedangkan ia tidak merasakan kegembiraan.
Kedua: melalui relaksasi psikologis dan fisik, sembari mengingat pengalaman yang paling sulit dan mengubah posisi fisik, yaitu berdiri, duduk atau berbaring.

Bagaimana cara menghilangkan marah? Rosulullah memberi beberapa resep yang bisa kita amalkan.
Pertama, bila engkau marah, bacalah ta`awudz (a`udzubillaahiminasysyaithaanirrajiim).
Karena, pada hakikatnya persaan marah adalah dorongan setan, dan kita diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari godaan setan. Hal ini dinyatakan dalam hadits berikut, Dua orang saling mengejek di dekat Nabi, lalu salah seorang darinya marah. Nabi nmemandang kepadanya dan berkata, ”Sungguh aku ingin mengajari suatu ucapan yang seandainya ia ucapkan tentu hal itu (kemarahannya) akan hilang darinya Yaitu aku berlindung kepada Allah dari yang terkutuk.” Lalu seorang mendengar (perkataan) Nabi tersebut berdiri menghadap orang tersebut dan berkata, ”Apakah kamu mengerti pertanyaan Rasulullah tadi?” ia menjawab, ”Apakah kamu pandang ini saya gila?”(Riwayat Muslim)
Kedua, bila engkau marah, maka berusalah untuk diam atau tidak banyak berbicara,
sebagaimana sabda Nabi, ”Apabila salah seorang di antarakamu marah, maka diamlah.” (Riwayat Ahmad)
Ketiga, bila engkau marah dalam keadaan berdiri maka duduklah.
Bila duduk masih marah, maka berbaringlah. Karena Nabi bersabda, ”maka apabila salah seorang diantaramu marah dalam keadaan berdiri duduklah, dan apabila keadaan duduk masih marah berbaringlah.”(Riwayat Abu Daud)
Keempat, bila ketiga upaya di atas belum membuahkan hasil, maka berwudhulah,
sebagaimana sabda Nabi, ”Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan terbuat dari api dan api hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang diantaramu marah, maka berwudhulah.”(Riwayat Abu Daud)


Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari artikel ini.
Wasalamu'alaikum Wr. Wb
dari berbagai sumber


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SELARAS PRIMA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger